Minggu, 03 Juni 2012

 Aku Ingin Tetap Diperbolehkan Menulis, Usia


Birdy sedang melantunkan Skinny Love milik Bon Iver ketika aku memaksa malasku menulis ini.

Menulis apa?

I tell my love to wreck it all…

Sejak kapan aku menulis seperti ini?

Lucu sekali ketika (pada akhirnya) aku sadar, apapun yang manusia ucapkan, yang aku tulis, bukan tidak mungkin membawa penghakiman. Ya, aku sudah merasakannya dulu. Jauh sebelum aku memakai otak untuk mengalahkan getir yang lebih mengerikan dari pemalak di Alun-alun Magelang, dulu. Apa yang aku ucapkan secara lisan, yang aku ucapkan lewat tulisan adalah apa yang mestinya aku rasakan. Sekarang pertanyaannya, bagaimana cara agar apapun yang aku rasakan dapat aku tulis dengan ideal. Ideal menurutku tentunya.

Mengapa kata “cinta” itu harus kubunuh? Bukankah aku manusia, sama sepertimu?

Kembali ke masa dimana istilah remaja begitu menyenangkan. Jatuh cinta, patah hati. Siapa yang tertawa membaca kata-kata barusan? Siapa yang melewatkan episode hidup dengan kalimat macam “Oh Adinda, aku sayang banget sama kamu. Aku ngga bisa hidup tanpamu. Jangan pernah tinggalin aku ya.” ? Iya, iya, aku juga pernah melakukannya juga. Blarrrrrr!!! Tentu aku harus mengaku sejauh itu, paling tidak untuk meyakinkan kalian bahwa aku manusia juga meski kadang merasa bahwa aku ini benda mati dan wajib menyetel Creep’nya Radiohead sebagai lagu latar. Bolehlah kalian mengejekku jika bertemu, sama seperti aku mengejek calon presiden mahasiswa di kampusku yang entah mengapa selalu memberi kesempatan untuk kujelek-jelekkan.

“Aku ngga tahu kenapa, aku ngga bisa ngilangin perasaanku ke kamu, kamu, juga kamu yang di sebelah sana.”

“Tolong kasih aku kesempatan sekali lagi, please… Aku laper nih, maem yuk, bayarin ya.”

“Kamu udah aku kasih kesempatan, tapi kayak gini caramu ngebales sayangku yang justru lagi gede-gedenya, segede perut Mama Dedeh?”

“Kamu tahu sayang, hanya kamu belahan jiwaku. Hanya kamu yang mau minjemin aku uang ketika aku kalah judi.”
Ah, aku tidak mau berlama-lama membahas hal sensitif seperti ini. Takut. Takut nggerus (lagi). Hahahaha. Aku suka menulis dengan tajuk perasaan. Apapun itu. Untuk episode perasaan suka pada lawan jenis tidak luput juga meski aku mati-matian sok jual mahal. Masih mending lah, daripada episode perasaan suka pada sesama. Sebagian besar tulisanku tidak lepas dari tema tadi walaupun beberapa ada tulisan jadi-jadian yang membuatku terlihat kritis dan berwibawa. Dengarlah Fake Plastic Trees dan kamu akan tahu kalau aku juga palsu.

Aku mendengarkan Efek Rumah Kaca untuk pertama kalinya dan meyakinkanku bahwa selalu ada cara untuk menunjukkan perasaan tanpa harus dipenjara zaman.

Sebelum pada akhirnya menemukan cara untuk menunjukkan perasaan, aku sama saja. Bahkan terakhir karena putus asa, aku memilih sok Hitam dengan sama sekali tidak memberi kesempatan sensitifku berbicara. Kematian, putus asa, depresi, atau apalah yang sekiranya gelap dan membuatku terlihat gagah seperti Agung Hercules. Mendengarkan Efek Rumah Kaca menyadarkan egoisku, bahwa yang dirasa sensitif bagi perasaan harus tetap diberi wadah. Kalimat “aku jatuh cinta kepadamu” terpaksa aku hancurkan untuk menemukan jalan yang baru, yang lebih panjang, yang lebih memorable jika kelak aku rindu pada apapun yang sempat aku tulis. Mudahnya, aku ingin bisa tetap menulis, apapun, tanpa kehilangan martabatku sebagai manusia. Aku tidak ingin, siapapun dari kalian yang membacanya, meninggalkan belas kasihan. Entah aku sudah berhasil atau belum.

Ketika aku jatuh cinta, aku memilih berputar arah, menempuh hutan, kering sungai, agar aku bisa menemuimu seperti laki-laki. Meskipun semua tahu, menemuimu cukup berjalan sepuluh langkah ke depan, agar orang lain lekas tahu. Aku harus tetap menemuimu, tanpa membuatmu kehabisan malu.

Wah, aku curhat ya? Tak apa. Semoga kalian yang kebetulan membaca ini mengerti, aku menulis sedemikian rupa pantat bukan karena aku kenyang dengan buku sastra. Aku tidak suka membaca. Aku, hanya ingin tetap diperbolehkan menulis, sesensitif apapun, tanpa dipermalukan usia.

Efek Rumah Kaca, aku berhutang hidup pada kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar